Implementasi Kebijakan Program Paket B Setara SLTP

(Studi Kasus Di Wilayah Kotamadya Jakarta Utara Propinsi DKI Jakarta)

Penulis: Marni Rizal
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik

Ringkasan:

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Program Paket B di Kotamadya Jakarta Utara Propinsi DKI Jakarta, adalah sejauh mana implementasi program paket B sebagaimana ditentukan dalam Kepmendikbud No. 0131/U/1994, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan implementasi program paket B tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana program paket B di implementasikan di ketiga PKBM yaitu : PKBM Remaja, PKBM 17 Penjaringan, dan PKBM 03 Cilincing wilayah Kotamadya Jakarta Utara, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi program paket B tersebut. Oleh karenanya yang menjadi variabel independent dalam penelitian ini adalah komunikasi, struktur birokrasi dan sumber daya dan sumber variabel dependentnya adalah implementasi program paket B.

Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan kualitatif, oleh karenanya pengumpulan data yang paling utama menggunakan wawancara disamping observasi, dan dokumentasi. Dalam melaksanakan analisis data lebih menekankan pada teknik indept analysis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan yang dilakukan secara bersama-sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, struktur birokrasi, dan sumber daya sangat mempengaruhi implementasi program paket B. Belum berhasilnya implementasi program paket B di ketiga PKBM tersebut disebabkan oleh tidak terbukanya komunikasi antara Penilik Dikmas dengan Penyelenggara, dan sebaliknya antara Penyelenggara dengan Penilik Dikmas, sehingga keadaan ini mempengaruhi pelaksanaan program paket B. Faktor lain yang menghambat keberhasilan program adalah tidak berjalannya koordinasi yang berhubungan dengan keterikatan hirarki dalam pelaksanaannya, dan keterbatasan sumber daya terutama tutor, baik dalam jumlah ketersediaan maupun dalam kualitasnya.

Penelitian ini merekomendasikan untuk mengurangi dominasi birokrasi dalam penentuan kurikulum, bahan ajar, sarana dan prasarana, dalam penyelenggaraan program paket B karena tidak sesuai dengan karakteristik dan arah kebijakan pendidikan luar sekolah yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.
Read more

Kebijakan Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah

(Study Kasus Pemerintah Kabupaten Ponorogo)

Penulis: Erni Haris Mawanti
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik

Ringkasan:

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun 1999, yaitu UU Nomor 22 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang dititikberatkan pada daerah Kabupaten/Kota membawa konsekuensi bahwa daerah Kabupaten/Kota harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah. Kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu indikator kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Kemandirian keuangan daerah merupakan indikator kemandirian daerah melaksanakan rumah tangganya sendiri. Kabupaten ponorogo dihadapkan pada permasalahan rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Hal ini dapat dilihat dari prosentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ponorogo dalam tahun 1998/1999 s/d tahun 2002 relatif kecil, yakni 4,43 % rata-rata pertahun. Dengan kondisi ini tentulah akan sulit bagi Kabupaten Ponorogo untuk melaksanakan otonomi daerah. Tesis ini mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan rendahnya kemampuan keuangan daerah dan menemukan bagaimana kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Ponorogo dalam melaksanakan otonomi daerah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah di Kabupaten Ponorogo. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah tersebut diperlukan beberapa alternatif berdasarkan permasalahan yang ada. Oleh karena itu penulis menggunakan prosedur analisis kebijakan untuk merumuskan masalah kebijakan, meramalkan masa depan kebijakan, melakukan evaluasi alternatif kebijakan serta merekomendasikan kebijakan yang terpilih.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah Kabupaten Ponorogo dalam melaksanakan otonomi daerahnya masih rendah, hal ini terlihat dari: derajat desentralisasi fiskal ratio PAD/TPD rata-rata hanya sebesar 4,43 %, ratio BHPBP/TPD rata-rata hanya sebesar 5,40 %, dan ratio SB/TPD rata-rata sebesar 75,36 % ; kebutuhan fiskalnya rata-rata sebesar Rp 2.000 dari seharusnya Rp 9.876,35 atau hanya 20 % dari SKF-nya; kapasitas fiskal rata-rata sebesar Rp 2.000 dari yang seharusnya Rp 38.048,1 atau hanya 5 % dari KFs-nya; upaya fiskal ratarata sebesar 0,4988 ; tingkat PAD Standart rata-rata sebesar 0,02494; dan elastisitas PAD rata-rata sebesar 3,22 %.

Dengan menggunakan metode pohon masalah ditemukan empat permasalahan yang merupakan penyebab rendahnya kemampuan keuangan daerah yaitu: rendahnya intensifikasi pajak dan retribusi daerah, tidak optimalnya PAD yang berasal dari pajak dan retribusi daerah, rendahnya penerimaan daerah dari hasil perusahaan daerah, dan tidak digalinya potensi sumber daya pertambangan. Dengan membandingkan metode pohon masalah dengan pohon tujuan ditemukan 4 (empat) alternatif kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di Kabupaten ponorogo. Keempat alternatif kebijakan tersebut adalah (1) Kebijakan Intensifikasi Pajak dan Retribusi Daerah, (2) Kebijakan Optimalisasi Pajak dan Retribusi Daerah, (3) Kebijakan Pemberdayaan Perusahaan daerah, (4) Kebijakan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Pertambangan.

Berdasarkan hasil evaluasi dampak kebijakan dipilih kebijakan optimalisasi pajak dan retribusi daerah sebagai kebijakan yang direkomendasikan sebagai kebijakan terbaik untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah di Kabupaten Ponorogo.
Read more

Implementasi Program Pendidikan Luar Sekolah

(Studi Kasus Pelaksanaan Kejar Paket B Di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur)

Penulis: Tutiek Setiyowati
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik
Bidang Konsentrasi: Manajemen Publik

Ringkasan:

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan merupakan salah satu upaya untuk memenuhi amanat tersebut, dan dalam Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan dapat diselenggarakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah (PLS) yang identik dengan pendidikan untuk orang miskin (miskin ilmu, miskin keterampilan, miskin harta, miskin kesempatan, dan miskin informasi) dan mereka tidak terlayani di jalur dapat memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Rendahnya angka partisipasi lulusan Sekolah Dasar (SD) ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sementara siswa putus SLTP semakin meningkat, maka memberi pola pelayanan alternatif bagi warga negara yang tidak terlayani di jalur sekolah dengan Program Paket B.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi Program Paket Kejar B yang terjadi di Kecamatan Panti, dan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi program yang diukur melalui variabel sumber daya, komunikasi, dan koordinasi.

Metode Penelitian yang digunakan adalah penggabungan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan diskriptif dengan menganalisis hasil wawancara, data primer maupun data sekunder yang terdapat di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Jember dan kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Panti, Kantor Kecataman Panti, dan Kelompok Belajar dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Kecamatan Panti.

Dari hasil penelitian dan analisis ditemukan bahwa implementasi program Kejar Paket B di Kecamatan Panti Kabupaten Jember berjalan baik, terindikasi dari jumlah tingkat kelulusan warga belajar menunjukkan bahwa 87 % lulus dan warga belajar mempunyai ketrampilan budidaya ikan untuk warga belajar laki-laki sedangkan untuk warga belajar perempuan mempunyai ketrampilan menjahit. Namun terdapat ketidaksesuaian pada sasaran program yaitu pada perekrutan warga belajar program Paket B, dimana dalam merekrut calon warga belajar kurang menyentuh kebutuhan calon warga belajar eks putus SLTP (DO klas 1,2 dan 3) yang menjadi sasaran pencapaian program bukan eks Lulusan SD. Sumber daya berupa tenaga pendidikan dilihat dari kuantitas maupun kualitas cukup baik dan mampu menjaga keutuhan proses belajar yang ditandai dengan tingginya tingkat kelulusan setiap kelompok belajar. Komunikasi dalam bentuk sosialisasi antara stakeholders yang ada cukup bagus juga partisipasi masyarakat dalam bentuk silahturahmi secara intens, serta koordinasi terjalin antar pelaku yang ada.

Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah peningkatan program dapat dilakukan melalui proses pendataan dan seleksi calon peserta program Kejar Paket B di kecamatan Panti Kabupaten Jember hendaknya lebih difokuskan kepada eks putus sekolah tingkat SLTP dan bukan eks lulusan SD. Untuk faktor sumber daya dapat ditingkatkan melalui pelatihan, pengelolaan dana swadaya masyarakat yang lebih terkoordinasi dengan pembentukan bendaharaan dan pemberian semangat bagi peserta program Kejar Paket B. Faktor komunikasi dapat ditingkatkan melalui proses interaksi yang intens antara kelompok sasaran dengan penyelenggara, pelaksana maupun tutor melalui media sosial yang ada, seperti kelompok arisan atau pengelola masjid yang ada. Sedangkan faktor koordinasi dapat ditingkatkan melalui kerjasama antar pelaku yang terlibat dalam program kejar paket B ini.
Read more

Implementasi Performance Budgeting Pada Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Indramayu

Penulis: Ch. Iin Indrayati
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik
Bidang Konsentrasi: Manajemen Publik

Ringkasan:

Salah satu agenda reformasi di bidang anggaran yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban dan Pengelolaan Keuangan Daerah serta Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Regulasi ini telah mewajibkan disusunnya anggaran daerah berdasarkan performance budgeting (Anggaran dengan pendekatan Kinerja).

Performance Budgeting merupakan penyempurnaan dari incremental budgeting yang telah digunakan pada tahun-tahun yang lalu. Performance budgeting adalah alternatif sistem penganggaran yang dianggap dapat menjawab berbagai permasalahan dalam anggaran sesuia dengan paradigma baru serta dalam rangka mewujudkan good governance. Dalam performance budgeting lebih menitikberatkan pada peningkatan kinerja serta berorientasi pada hasil sehingga lebih dapat mencerminkan transparansi, akuntabilitas serta value for money.

Dari uraian tersebut diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi performance budgeting pada penyusunan APBD serta faktor yang menjadi kendalanya. Dalam rangka mencapai tujuan penelitian maka dilakukan penelitian dengan mengamati dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan melalui observasi, wawancara, mempelajari dokumentasi serta menyebarkan kuesioner pada objek penelitian yang terdiri dari aparat pemerintah pada unit kerja yang berkompeten dengan penyusunan APBD, serta anggota legislatif kemudian menggambarkannya secara terperinci. Untuk itu digunakan metode penelitian yang dianggap paling tepat yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa implementasi performance budgeting dalam penyusunan APBD di Kabupaten Indramayu secara formalitas sudah dilaksanakan namun masih mengalami bad execution dalam implementasinya. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan performance budgeting dalam penyusunan APBD di Kabupaten Indramayu yaitu adanya resistensi baik dari pihak aparat pelaksana maupun pihak legislatif; keterbatasan sumber daya manusia, serta kurangnya standar dan acuan tentang penyusunan APBD berdasarkan performance budgeting.

Dari kendala yang dihadapi tersebut maka rekomendasi yang dapat disampaikan yaitu sebagai kontrak politik yang harus dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Daerah kepada DPRD dan masyarakat, maka performance budgeting sebagai system penyusunan APBD berdasarkan paradigma baru perlu diupayakan penyempurnaan implementasinya; peningkatan kompetensi aparat dan legislatif ; penyusunan regulasi daerah tentang petunjuk teknis penyusunan APBD. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan pusat khususnya penyusunan APBD berdasarkan performance budgeting yang bersifat Top Down harus diuji terlebih dahulu tingkat kesulitan, applicable serta feasibility dalam implementasinya.
Read more

Penempatan PNS Dalam Jabatan Struktural

(Studi tentang Penataan Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Gunungkidul)

Penulis: Didit Widiatmoko
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik

Ringkasan:

Penyelenggaraan Otonomi Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Implikasi pemberian kewenangan yang lebih besar, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, diantaranya adalah penataan kelembagaan dan penataan personil. Diungkapkan oleh Warsito Utomo, penataan kelembagaan seharusnya mengarah pada clarity of purpose, role, and direction, bukan sekedar moxing boxes. Pada sisi lain, besarnya jumlah pelimpahan PNS Pusat ke Daerah berdampak negatif pada kebijakan staffing terutama penempatan jabatan struktural, yaitu permasalahan kesesuaian antara spesifikasi jabatan yang dibutuhkan dengan kompetensi yang dimiliki pejabat struktural. Dari pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui kesesuaian penempatan PNS dalam rangka penataan kelembagaan, (2) mengidentifikasi faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penempatan SDM dalam struktur organisasi.

Pokok permasalah dalam penelitian ini ditinjau dari dua aspek, pertama pembentukan atau penataan kelembagaan yang mencakup desain struktur dan desain pekerjaan, dan yang kedua dari kebijakan penataan personil (staffing). Dalam aspek kelembagaan sesuai PP Nomor 8 Tahun 2003, disebutkan bahwa pembentukan organisasi perangkat daerah didasarkan pada pertimbangan: kewenangan daerah; karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan SDM; dan pengembangan pola kerjasama antar daerah dan atau dengan pihak ketiga. Aspek kebijakan staffing yaitu meliputi kesesuaian latar pendidikan formal pejabat struktural dengan spesifikasi jabatan, Diklatpim, senioritas dalam usia, serta adanya nilai- nilai di luar organisasi. Dasar teori diadopsikan dari Model Implementasi Kebijakan oleh Sabatier dan Mazmanian, dengan variabel-variabel: (1) Faktor penentu Lingkungan Tugas dan Lingkungan Sosial; (2) Karakteristik Masalah; (3) Nilai-nilai Pengambilan Keputusan; dan (4) Staffing.

Jenis penelitian ini, menurut tingkat eksplanasi adalah menggunakan penelitian deskriptif dengan fokus penelitian pada proses staffing khususnya penempatan PNS pada jabatan struktural dalam rangka penataan kelembagaan Pemda Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik penelitian observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan kebijakan staffing pada pejabat struktural lebih banyak dipengaruhi faktor internal organisasi. Pada pejabat eselon II, mengarah proses rekrutmen internal yang melibatkan political responsiveness dan managerial efficiency. Secara keseluruhan masih ada 36,72 % ketidaksesuaian pendidikan formal pejabat struktural dengan spesifikasi jabatannya. Ketidaksesuaian itu dengan pertimbangan pada faktor senioritas usia dan nilai-nilai di luar nilai organisasi yang secara inherent terkandung dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

Rekomendasi penulis adalah: memandang perlu adanya forum yang lebih efektif bagi stakeholders dan tim independent yang membahas staffing; optimalisasi pemanfaatan fit and proper test; pemutakhiran data di Bagian Kepegawaian; Peningkatan kualitas Diklat Fungsional; dan mengintensifkan kemitraan dengan lembaga legislatif dalam penataan kelembagaan maupun dalam kebijakan staffing.
Read more

Prospek Penerapan E-Government Di Kabupaten Demak

Penulis: Tri Edy Utomo
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik
Bidang Konsentrasi: Manajemen Publik

Ringkasan:

E-Government merupakan suatu bentuk pemanfaatan Teknologi Informasi untuk mendukung aktifitas pemerintahan, yang meliputi aktivitas intern pemerintah dalam satu lembaga maupun antar lembaga pemerintahan, serta aktivitas pemberian layanan dari pemerintah untuk masyarakat, dengan E-Government diharapkan mampu memberikan perubahan baru dalam proses pelayanan publik yang lebih cepat, tepat, mudah, sederhana, transparan, efektif dan efisien, namun untuk dapat mewujudkan E-Government dibutuhkan pengalokasian sumber daya yang tidak sedekit. Kondisi inilah yang menghambat bagi daerah untuk mengembangkan E-Government. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa prospek penerapan E-Government di Kabupaten Demak yang dijelaskan oleh analisis terhadap komponen-komponen E-Government yaitu Suport, Capacity (SDM, Manajemen Organisasi, Infrastruktur, Dana, Partisipasi) dan Value dengan menggunakan pendekatan metode penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Kabupaten Demak komitment Pemerintah Daerah untuk dalam mengembangkan E-Government sudah ada ditandai dengan membangun situs web Pemerintah Daerah dengan nama Demak.go.id. namun komitment ini masih belum dituangkan dalam bentuk peraturan Daerah sebagai arah untuk pengembangan E-Government. Untuk mendukung pelaksanaan E-Government KPDE sebagai motor penggerak telah melakukan pembinaan teknis komputer untuk menyiapkan SDM yang mempunyai kompetensi di bidang komputer. Dalam pengembangan E-Government di Kabupaten Demak faktor dana menjadi kendala yang paling besar untuk investasi Teknologi dalam hal pengadaan infrastruktur jaringan, maupun aplikasi yang akan digunakan. Dengan keterbatasan Capacity yang miliki oleh Kabupaten Demak menyebabkan kondisi pengembangan E-Government dalam bentuk situs web masih belum dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, ditambah dengan keterbatasan pemahaman masyarakat, dan minimnya sarana yang bisa digunakan oleh masyarakat dalam menikmati E-Government.

Agar pengembangan E-Government mampu memberikan manfaat bagi masyarakat maka Pemerintah Daerah harus sudah memiliki landasan hukum yang kuat sebagai acuan dalam pengembangan E-Government, dan penyiapan SDM harus dilakukan secara kontinyu serta pembangunan infrastruktur yang mampu mendukung terciptanya E-Government yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara murah dan mudah tanpa melihat tingkatan masyarakat.
Read more