Implementasi Kebijakan Bidang Kehutanan Di Kabupaten Indragiri Hilir

(Studi Kasus Perda Nomor 61 Tahun 2000)

Tugas Akhir/Tesis Penelitian Administrasi Publik
Penulis: Junaidy
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik
Bidang Konsentrasi: Kebijakan Dan Manajemen Otonomi Daerah

Ringkasan:

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kesempatan kepada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangan di bidang kehutanan. Walaupun pelimpahan kewenangan tersebut masih terjadi tarik ulur akibat kepentingan Pemerintah Pusat. Sejalan dengan itu Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir telah mengeluarkan berbagai kebijakan bidang kehutanan salah satunya melalui Perda Nomor 61 Tahun 2000 tentang Retribusi Lalu Lintas Hasil Hutan. Perda tersebut telah memasuki tahun ketiga diimplementasikan, namun terlihat belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kebijakan bidang kehutanan melalui proses implementasi Perda Nomor 61 Tahun 2000 dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat sehingga tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan data diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Variabel-variabel yang dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Kondisi Lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua kegiatan pokok yang dilakukan dalam rangkaian proses implementasi Perda Nomor 61 Tahun 2000 yaitu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan mengamankan Lalu Lintas Hasil Hutan, hanya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang berhasil terwujud dengan telah dapat dipungutnya retribusi Lalu Lintas Hasil Hutan. Padahal retribusi tersebut dapat dipungut secara optimal jika kegiatan mengamankan lalu lintas hasil hutan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Implementasi Perda Nomor 61 Tahun 2000 dipengaruhi oleh faktor-faktor Sumber Daya Manusia yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas masih kurang, dan Lingkungan sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

Beberapa rekomendasi yang dapat diajukan berkaitan dengan hambatan yang dihadapi dalam rangka implementasi Perda Nomor 61 Tahun 2000 adalah untuk segera membentuk UPTD pada Dinas Kehutanan Kabupaten Indragiri Hilir, meningkatkan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia implementator melalui peningkatan pendidikan aparat yang ada, memanfaatkan pengalaman aparat dan rekrutmen pegawai baru, dan Pemerintah Daerah mengadopsi sistem Hutan Kemasyarakatan untuk mengatasi kondisi lingkungan sosial dan ekonomi yang tidak kondusif. Sehingga implementasi Perda Nomor 61 Tahun 2000 sebagai salah satu kebijakan bidang kehutanan tidak semata-mata hanya mengejar tujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melainkan harus merealisasikan tujuan mengamankan lalu lintas hasil hutan demi kelestarian hutan untuk kepentingan masa akan datang.
Read more

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Dinas Kebudayaan Dalam Pembinaan Kebudayaan

(Kasus Dinas Kebudayaan di Jayapura)

Tugas Akhir/Tesis Penelitian Administrasi Publik
Penulis: Rekky N. Kirihio
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik
Bidang Konsentrasi: Kebijakan Publik

Ringkasan:

Provinsi Papua terdiri dari beragam suku yang memiliki etnis yang berbeda-beda yang mencapai 250 jenis etnis dan kebudayaan yang berbeda. Ini merupakan kekayaan daerah dan bila dibina secara optimal akan menjadi kekayaan budaya bangsa. Pembinaan kebudayaan Propinsi Papua menghadapi permasalahan yang komplek, dari jumlah etnis yang banyak juga letak geografis wilayah Papua yang berbukit dan bergunung serta sarana dan prasarana fisik belum memadai.

Memperhatikan permasalahan tersebut maka perlu didukung dengan peran dan peningkatan kapasitas lembaga Dinas Kebudayaan Provinsi serta menentukan langkah dan kebijakan strategis untuk meningkatkan peran lembaga dan peningkatan kapasitas kelembagaan Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam pembinaan kebudayaan sehingga menjadi dasar dalam memilih permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Apakah strategi yang dipergunakan oleh Kelembagaan Dinas Kebudayaan Provinsi Papua untuk meningkatkan kapasitas lembaga Dinas Kebudayaan dalam pembinaan kebudayaan?”.

Menanggapi permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan strategi yang dipakai lembaga Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam peningkatan kapasitas kelembagaan Dinas Kebudayaan dalam pembinaan kebudayaan. Dan untuk menjawab tujuan dimaksud penelitian dilakukan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dengan subyek segenap pimpinan organisasi dan karyawan yang berkaitan dengan tugas dan fungsi dalam organisasi. Dengan melakukan pengkajian terhadap obyek permasalahan diantaranya efektifitas organisasi, manajemen organisasi yang efektif dan strategi manajemen serta pembinaan kebudayaan.

Setelah hasil-hasil penelitian diperoleh kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif untuk memberikan jawaban secara naratif terhadap masalah yang sedang dikaji serta teknik SWOT untuk memperoleh penajaman perubahan terkait dengan strategi yang diharapkan, dapat dilakukan oleh lembaga Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pembinaan kebudayaan.

Berdasarkan analisis deskriptif dan analisis SWOT maka dapat disimpulkan tentang hasil penelitian terkait dengan tujuan yang hendak dicapai yakni:

1.   Peran Kelembagaan Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam pembinaan kebudayaan adalah sebagai berikut:
  • Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan Dinas Kebudayaan Provinsi Papua
  • Meningkatkan fungsi kepemimpinan dalam pembuatan keputusan serta adaptasi dan inovasi dalam rangka efektifitas manajemen organisasi.
2.   Strategi yang dipergunakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam peningkatan kelembagaan Dinas Kebudayaan Provinsi Papua dalam pembinaan kebudayaan disimpulkan empat kemungkinan strategi yang dipilih yakni:
  • Strategi (SO) yakni strategi perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana program kebudayaan.
  • Strategi (ST) yakni strategi manajemen sumber daya manusia dan kelembagaan dalam realisasi jabatan fungsional.
  • Strategi (WO) yakni strategi meningkatkan patisipasi masyarakat terutama tokoh adat dalam kegiatan kebudayaan melalui usaha motivasi.
  • Strategi (WT) yakni strategi mengawasi dan mengevaluasi serta sosialisasi kebudayaan.
Read more

Studi Kinerja Implementasi Kebijakan Pembinaan Pedagang Kaki Lima

Studi Kasus: Implementasi PERDA Propinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan Pedagang Kaki Lima dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Tugas Akhir/Tesis Penelitian Administrasi Publik
Penulis: M. Aminuddin Farick
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik

Ringkasan:

PERDA DKI Jakarta No.5 Tahun 1978 adalah suatu produk hukum yang memayungi pengaturan dan pembinaan Pedagang Kaki lima di wilayah DKI Jakarta. Hampir seperempat (¼) abad lamanya kebijakan tersebut dikeluarkan, namun dalam implementasinya sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Berbagai implikasi atas kehadiran Pedagang Kaki lima telah menjadi salah satu problem bagi Pemerintah Kota Jakarta. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mendapatkan jawaban, sejauh mana kinerja implementasi Perda tersebut serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja yang dicapai saat ini.

Melalui pendekatan studi kebijakan, penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta melalui pendekatan sampling. Setiap wilayah ditetapkan 20 responden Pedagang Kaki lima, sehingga total responden berjumlah 100 orang. Cara pengambilan sampel responden melalui pendekatan random sampling. Untuk melengkapi analisis data, dalam penelitian ini juga ditetapkan sejumlah infroman. Jumlah informan masyarakat konsumen Pedagang Kaki lima berjumlah 20 orang, yang setiap wilayahnya diwakili 5 orang. Sedangkan informan dari aparat berjumlah 24 orang yang ditetapkan berdasarkan purposif sampling. Dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data, selain melalui penyebaran kuisioner juga dilakukan wawancara dengan sejumlah narasumber serta melalui pengamatan langsung pada subyek penelitian. Variabel dependent yang diamati adalah kinerja implementasi kebijakan, sehingga indikator penilian mencakup dua aspek, yakni output kebijakan dengan 6 indikator dan outcomes kebijakan dengan 4 indikator.

Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa secara komulatif kinerja implementasi kebijakan Perda tersebut masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh (1) lokasi/tempat resmi yang diperuntukan bagi Pedagang Kaki lima masih sangat terbatas, (2) pembinaan Pedagang Kaki lima belum menyentuh kelompok sasaran, (3) bantuan modal usaha bagi Pedagang Kaki lima belum terealisasi, (4) pungutan yang dikenakan pada Pedagang Kaki lima belum masuk dalam Kas Daerah, (5) penerapan sanksi bagi Pedagang Kaki lima yang melanggar belum sesuai dengan aturan yang ada, (6) pengawasan belum berjalan secara kontinu dan hasilnya pun masih jauh dari harapan, (7) masih rendahnya kesadaran Pedagang Kaki lima menempati lokasi yang telah ditentukan, (8) ketertiban dan kebersihan belum terjaga, (9) retribusi yang dikenakan pada Pedagang Kaki lima belum menjadi sumber penerimaan bagi Pemda.

Rendahnya kinerja implementasi Perda tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni (1) masih rendahnya intensitas dan daya jangkau komunikasi terhadap kelompok sasaran, (2) sumber daya, berupa dukungan dana, jumlah aparat dan peraturan pelaksanaan masih terbatas, (3) pemahaman para implementor di lapangan masih berorientasi pada pendekatan keamanan dan ketertiban, (4) daya dukung lingkungan fisik daerah dan dukungan masyarakat konsumen di perkotaan telah memberi sumbangan terhadap maraknya Pedagang Kaki lima di wilayah Jakarta. Sebagai jalan keluar yang ditawarkan adalah (1) tingkatkan intensitas dan daya jangkau komunikasi dalam upaya sosialisasi, (2) alokasikan dana dan tempatkan aparat secara memadai dalam rangka pembinaan Pedagang Kaki lima, (3) perlu adanya perngaturan pelaksanaan dari setiap pasal dalam Perda No.5 Tahun 1978, (4) berikan pemahaman yang mendalam bagi para implementor di lapangan, bahwa Pedagang Kaki lima harus dipandang sebagai aset bangsa dan modal pembangunan.
Read more