Kebijakan Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah

(Study Kasus Pemerintah Kabupaten Ponorogo)

Penulis: Erni Haris Mawanti
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Magister Administrasi Publik

Ringkasan:

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah Tahun 1999, yaitu UU Nomor 22 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang dititikberatkan pada daerah Kabupaten/Kota membawa konsekuensi bahwa daerah Kabupaten/Kota harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan otonomi daerah. Kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu indikator kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Kemandirian keuangan daerah merupakan indikator kemandirian daerah melaksanakan rumah tangganya sendiri. Kabupaten ponorogo dihadapkan pada permasalahan rendahnya kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Hal ini dapat dilihat dari prosentase Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ponorogo dalam tahun 1998/1999 s/d tahun 2002 relatif kecil, yakni 4,43 % rata-rata pertahun. Dengan kondisi ini tentulah akan sulit bagi Kabupaten Ponorogo untuk melaksanakan otonomi daerah. Tesis ini mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan rendahnya kemampuan keuangan daerah dan menemukan bagaimana kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Ponorogo dalam melaksanakan otonomi daerah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari alternatif kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah di Kabupaten Ponorogo. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah tersebut diperlukan beberapa alternatif berdasarkan permasalahan yang ada. Oleh karena itu penulis menggunakan prosedur analisis kebijakan untuk merumuskan masalah kebijakan, meramalkan masa depan kebijakan, melakukan evaluasi alternatif kebijakan serta merekomendasikan kebijakan yang terpilih.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah Kabupaten Ponorogo dalam melaksanakan otonomi daerahnya masih rendah, hal ini terlihat dari: derajat desentralisasi fiskal ratio PAD/TPD rata-rata hanya sebesar 4,43 %, ratio BHPBP/TPD rata-rata hanya sebesar 5,40 %, dan ratio SB/TPD rata-rata sebesar 75,36 % ; kebutuhan fiskalnya rata-rata sebesar Rp 2.000 dari seharusnya Rp 9.876,35 atau hanya 20 % dari SKF-nya; kapasitas fiskal rata-rata sebesar Rp 2.000 dari yang seharusnya Rp 38.048,1 atau hanya 5 % dari KFs-nya; upaya fiskal ratarata sebesar 0,4988 ; tingkat PAD Standart rata-rata sebesar 0,02494; dan elastisitas PAD rata-rata sebesar 3,22 %.

Dengan menggunakan metode pohon masalah ditemukan empat permasalahan yang merupakan penyebab rendahnya kemampuan keuangan daerah yaitu: rendahnya intensifikasi pajak dan retribusi daerah, tidak optimalnya PAD yang berasal dari pajak dan retribusi daerah, rendahnya penerimaan daerah dari hasil perusahaan daerah, dan tidak digalinya potensi sumber daya pertambangan. Dengan membandingkan metode pohon masalah dengan pohon tujuan ditemukan 4 (empat) alternatif kebijakan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di Kabupaten ponorogo. Keempat alternatif kebijakan tersebut adalah (1) Kebijakan Intensifikasi Pajak dan Retribusi Daerah, (2) Kebijakan Optimalisasi Pajak dan Retribusi Daerah, (3) Kebijakan Pemberdayaan Perusahaan daerah, (4) Kebijakan Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Pertambangan.

Berdasarkan hasil evaluasi dampak kebijakan dipilih kebijakan optimalisasi pajak dan retribusi daerah sebagai kebijakan yang direkomendasikan sebagai kebijakan terbaik untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah di Kabupaten Ponorogo.